بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
“ Mudah-mudahan pertemuan
kita pada kegiatan subuh hari yang berbahagia ini senantiasa dapat
meningkatkan nilai kita dihadapan Allah SWT. Dan nilai yang kita maksud bukan sembarang nilai, tapi nilai sebagai seorang muttaqin.
Sebab
di dunia ini banyak nilai, ada nilai orang itu meningkat sebagai orang
kaya, ada orang itu meningkat sebagai seorang pejabat, ada nilai
meningkat sebagai populeritas,” kata Drs.H. Abdul Aziz AL mengawali
tausiyahnya di Masjid Sirajuddin, Kelurahan Sui.Jawi Luar, Kecamatan
Pontianak Barat, senin (13/7/2015) dihadapan para jama’ah ba’da shalat
shubuh.
Lanjut, Kepala Kantor
Kementerian Agama Kabupaten Sintang ini menjelaskan dari banyak nilai
yang ada, nilai taqwalah yang kita harapkan meningkat pada diri muslim. “
Tapi yang kita minta bapak ibu, adalah nilai taqwa kepada Allah SWT,
itu yang kita minta. Karena kalau taqwa kita dapatkan semua ada dengan
kita, tapi nilai kita sebagai pejabat meningkat, taqwa belum tentu kita
dapatkan.
Nilai kita sebagai orang
kaya meningkat, nilai taqwa belum tentu kita dapatkan. Nilai kita
sebagai orang populer meningkat, nilai taqwa belum tentu kita dapatkan.
Tapi bila nilai taqwa meningkat insyaallah semua ada kita
dapatkan,”ungkapnya. Kemudian , Mantan pejabat Kanwil Kemenag ini
menuturkan bahwa tujuan lain dari pertemuan ba’da shalat shubuh adalah
ukhuwah islamiyah.
“ Yang kedua,
pertemuan kita di subuh ini tentu silaturrahim khususnya diantara kita
yang hadir di Masjid ini, untuk bertatap muka bersilaturrahim dalam
rangka meningkatkan ukhuwah antara kita khususnya ukhuwah islamiyah,”
tuturnya.
Selanjutnya, Mantan
Penyuluh Fungsional Kantor Kementerian Agama Kota Pontianak ini
mengatakan pertemuan ini memiliki makna. “ Pertemuan kita disubuh hari
ini bermakna adalah dalam rangka meningkatkan pemahaman agama kita,
menambah pemahaman agama kita serta memperkuat pemahaman keagamaan kita.
Inilah paling tidak barangkali dengan kehadiran kita di subuh
ini,”katanya Selain itu juga dalam rangka meningkatkan semangat taat
pada Allah.
“ Pertemuan kita di subuh yang berbahagia ini dalam rangka meningkatkan semangat kita untuk lebih taat kepada Allah SWT.
Inilah yang menjadikan kita berbeda, beda dengan orang yang turun ke
masjid pada subuh hari ini dengan orang yang tidak turun, tidak akan
sama nilainya orang yang hadir mendengarkan tausiyah subuh dengan orang
yang tidak hadir mendengarkan kuliah ba’da shubuh,” jelasnya.
Ustadz
yang memiliki suara yang lantang dalam berdakwah ini menjelaskan pula
bahwa puasa merupakan ibadah fardhu ‘ain. “ Sebenarnya Ramadhan ini
kalau kita lihat adalah kewajiban individual, dalam fiqih saum ramadhan
itu fardhu ‘ain. Fardhu ‘ain itu wajib dikerjakan oleh orang mukhalaf,
kalau dikerjakan ia menggugurkan kewajiban tapi ia mendapatkan ganjaran
yang besar, ditinggalkan berdosa besar. Tapi saum ramadhan dalam konteks
bahasa fiqih ini adalah fardhu ‘ain, ibadah individu maka
kesempurnaanya,keberhasilannya tidak lepas dari pada bagaimana kita
mengimplementasikannya dalam konteks kehidupan sosial. Karena tidak
mungkin kita sukses menjadi orang yang bertaqwa, ada orang lain sebagai
faktor penentu,” jelasnya.
Terkait
hal tersebut, pejabat yang sedang menjalani pendidikan doctor ini
memaparkan kelompok orang yang berpuasa hanya mendapatkan lapar dan haus
saja. “Apa contohnya, Rasulullah dalam hadits menjelaskan, kata beliau,
Kamin shoimin laisa laha min al syiamihim Ila al ju’i wal athosi,
Banyak orang berpuasa,Tiadalah diperoleh sesuatu dari puasanya, Kecuali
lapar dan haus belaka” ,Jadi saya melihat apa yang dikatakan rasulullah
itu sebagai sebuah pernyataan kegagagalan terhadap orang-orang yang
menjalankan saum ramadhan dimana ia tidak mampu menterjemahkan makna
saum dalam konteks individual implementasi sosial .Umpamanya, ia
berpuasa dia juga mempergunjing orang lain, dia menceritakan kekurangan
dan kejelekan orang lain. Hanya lapar dan haus ia dapatkan, tak ada
apa-apanya, “ paparnya.
Mantan Ketua
Pokjaluh Kankemenag Kota Pontianak ini menerangkan beda iman orang yang
bertaqwa dengan iman orang yang tidak taqwa. “ Saya melihat taqwa
didalam ayat lain banyak penjelasannya, antara lain Allah menjelaskannya
Dzalikal kitabu la raiba fihi hudal lil muttaqin, qur’an ini kata Allah
tidak ada keraguan didalamnya, petunjuk bagi orang-orang bertaqwa.
Siapa mereka orang bertaqwa itu adalah orang yang beriman kepada perkara ghaib yang diajarkan dijanjikan Allah SWT.
Jadi, Iman orang yang taqwa ini beda dengan iman orang yang tidak
taqwa. Imannya orang yang taqwa kepada Allah suatu kekuatan internal
sumber energi yang mampu mengerakkan ia untuk taat kepada Allah,”
terangnya.
Berkaitan dengan itu,
lelaki yang pernah Juara Lomba Da’i Tingkat Nasional ini mengambarkan
kondisi orang beriman yang belum sampai pada kekuatan energi yang
mengerakan untuk selalu taat pada Allah SWT.
“Karena banyak orang beriman ketika ditanya siapa yang menciptkan langit
dan bumi ?, ia katakan Allah . Siapa yang menghancurkan ? , Allah.
Siapa yang menghidupkan ? , Allah.
Siapa
mematikan ?, Allah. Siapa menciptakan ?, Allah, semua Allah. Tapi kata
Allah itu hanya sampai pada batas keyakinan dan pengakun tentang Allah
segala-galanya. Tetapi keyakinan dan pengakuan belum sampai pada
kekuatan internal yang menjadi sebuah energi yang mengerakkan ia untuk
taat kepada Allah SWT.
Nah,
keyakinan orang beriman itu adalah keyakinan sebagai kekuatan didalam
diri pribadinya sebagai sumber energi batin yang bisa mengerakan ia
untuk taat kepada Allah SWT, baik taat menjalankan perintah-perintah maupun taat meninggalkan larangan-larangan Allah SWT,” gambarannya. KPA Kemenag Kabupaten Sintang ini meminta para jam’ah agar berhati-hati dengan tren batu yang sedang melanda sekarang ini .
“ Dan iman ini sebagai kekuatan besar pada diri kita akan muncul dan dibangkitkan kalau kita fokus hanya tertuju pada Allah SWT, tanpa ada kemungkinan-kemungkinan untuk menyekutukan Allah SWT.
Dalam hidup dunia sosial bukan sebuah kemustahilan keyakinan kita itu
diuji , dibenturkan oleh kemungkinan adanya kepercayaan-kepercayaan.
Apalagi pada hari ini,maaf bicara apa adanya, zaman sekarang ini zaman
batu.
Banyak kita itu salah, azan
berkumandang di masjid, zhuhur, ashar,maghrib masih neropong batu. Abis
waktu dari batu kebatu. Kalau kit abaca sejarah bangsa-bangsa terdahulu,
Raja Namrudz, Fir’aun itu disesatkan Allah karena batu, cuma konteksnya
lain tapi esensinya batu.
Saya
melihat (terkait) batu, harus hati-hati, saya pernah singgah di kaki
lima iseng-iseng nenggok, itu ada buku bercerita kalau anda lahir hari
sekian, batu yang cocok ini. Jadi, tujuh hari dari hari
ahad,senin,selasa,rabu,kamis,jum’at,sabtu, itu ada tujuh batu yang harus
kita pakai pada hari berbeda.Karena dipercaya kalau kita pakai batu itu
macam-macam yang datang kekita.
Ada
pelaris dagangan, ada memudahkan jodoh, ada untuk pemanis supaya dikenal
orang, itu macam-macam cerita dibuku belum lagi dikaitkan dengan
bintang, ini mau hati-hati kita, bapak ibu. Karena Rasulullah dalam satu
haditsnya menjelaskan musyriklah orang yang berkata hujan datang karena
bintang itu bintang ini, silahkan dibuka dalam shahih bukhari.Jadi,
semua yang terjadi atas izin dan kehendak Allah SWT, Jadi, konteks batu ini pak, yang pertama, kalau batu kita pandang sebagai suatu ciptaan Allah SWT, karena Allah itu indah, Allah suka indah, kita senang indah ,itu tak masalah.
Tapi,
kalau batu dikaitkan dengan khasiat itu,khasiat ini,mengundang itu,
mengundang ini, na’udzubillahi min dzalik. Aqidah kita, keyakinan kita,
keimanan kita akan terkurangi energinya, makanya keyakinan dan
kepercayaan itu harus kita jauhi. ,” pintanya. Pejabat yang aktif
berdakwah ini membolehkan menyenangi batu sebatas ciptaan Allah. “Jadi,
boleh aja kita menyenangi batu, memiliki batu sebatas karena ciptaan
Allah, ini ayat Allah,menunjukan Allah Maha Agung menciptakan benda
seperti ini.
Dengan orang yakin maka makin kuat keimanannya kepada Allah SWT.Tapi,
kalau hilang Allah , tinggal batunya ini harus hati-hati,’’ tambahnya.
Pejabat yang sering memberikan tausiyah ini menegaskan agar jangan
sampai mengabaikan panggilan Allah karena batu. “ Dalam kisah
menghabiskan waktu, kalau azan dzuhur lewat, ashar lewat, mahgrib lewat,
akhirnya menghabiskan waktu di kaki lima meneropong batu, meninting
batu ini sudah rawan.
Rata-rata orang yang tauhidnya rawan kalau ia sudah mengabaikan panggilan Allah SWT
dengan mengutamaan kecintaan kepada benda-benda itu. Kalau ia mendengar
azan kemudian ditinggalkannya, (lalu shalat) masih lumayan,tapi azan
berkumandang lewat semuannya itu, ini yang mengikat kita, hati-hati
aqidah rawan, sejengkal lagi bisa jadi penyembah batu, karena kita rela
meninggalkan panggilan Allah demi memenuhi hasrat cinta kita pada benda
alam yang namanya batu,” tegasnya.
Pejabat yang pernah bertugas sebagai Kepala MAS
Syarif Hidayatullah ,Kabupaten Landak ini menyampaikan ilustrasi orang
sosial tentang tren-tren kehidupan kita yang yang tidak kekal,sesaat
dengan mengaitkannya pada firman Allah SWT
Al-Qur’an Surah Al-Hadidi ayat 20 .” A`lamuu annamaal hayaatud dunyaa
laibun wa lahwun wa ziinatun wa tafakhuru bainakum wa takatsurun fil
amwaali wal aulaadi, kamatsali ghaitsin a`jabal kuffaara nabaatuhu
tsumma yahiiju fataraahu mushfarraa tsumma yakuunu huthaaman, wa fil
akhirati `adzaabun syadiidun wa maghfiratun minallahi wa ridhwaanun. Wa
mal hayaatud dunyaa illa mata`ul ghuruuri.
Ketahuilah
oleh kalian, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan
sesuatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megahan di antara kalian
serta berbangga-banggaan dengan banyaknya harta dan anak, seperti hujan
yang karenanya tumbuh tanam-tanaman yang membuat kagum para petani,
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
lantas menjadi hancur. Dan di akhirat nanti ada adzab yang keras dan
ampunan dari Allah serta keridhaan- Nya. Dan kehidupan dunia itu tidak
lain hanyalah kesenangan yang menipu.” bacanya.
Ustadz
Aziz juga mengatakan bahwa orang bertaqwa itu selalu membelanjakan
hartanya pada jalan Allah . “Orang bertaqwa itu adalah orang yang
senantiasa istiqomah` dalam shalatnya dan yang terakhir orang taqwa itu
adalah orang-rang yang senantiasa membelanjakan hartanya pada jalan
Allah SWT. Kita tak mungkin sukses puasa, menjadi orang muttaqin tanpa kita mengulurkan tangan membelanjakan harta dijalan Allah .
Dalam
konteks zakat,infaq, sadaqah sesuai dengan kemampuan kita. Nah
mengulurkan tangan zakat, infaq dan sedaqah ini konteksnya social, ke
orang lain khususnya kaum dhuafa. Kalau ini tidak kita lakukan , apa
kata Allah dalam Al-Qur’an ? aroaital ladzi yukadzdzibu bid din, fa
dzalikal ladzi yadu’-‘ul yatim, wa la yahudhdhu ‘ala tho’amil miskin, a
wailul lil mushollin, alladzina hum ‘an sholatihim sahun, alladzina hum
yuro-un, wa yamna’unal ma-‘un. Menyampaiakan pada derajat muttaqin.
Apa
faktor penentunya ? Ada faktor orang lain yang harus kita bantu, fakir
miskin, anak yatim,dan jompo. Inilah hakikatnya kalau taqwa ada faktor
orang lain maka kita harus memikirkan faktor-faktor terkait ini,”
pungkasnya.http://kalbar.kemenag.go.id/index.php?a=berita&id=274650
0 Response to "Iman orang yang bertaqwa dengan iman orang yang tidak taqwa"
Posting Komentar