بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
Siapa yang tidak kenal Dr Zakir Naik?.
Ya, Beliau adalah seorang pembicara umum Muslim India, dan penulis
hal-hal tentang Islam dan perbandingan agama. Secara profesi, ia adalah
seorang dokter medis, memperoleh gelar Bachelor of Medicine and Surgery
(MBBS) dari Maharashtra, tapi sejak 1991 ia telah menjadi seorang ulama
yang terlibat dalam dakwah Islam dan perbandingan agama. Ia menyatakan
bahwa tujuannya ialah membangkitkan kembali dasar-dasar penting Islam
yang kebanyakan remaja Muslim tidak menyadarinya atau sedikit
memahaminya dalam konteks modernitas.
Tokoh Muslim ternama ini telah menerima
penghargaan bergengsi dari pemerintah Arab Saudi atas jasanya terhadap
Islam. Penghargaan itu langsung diberikan oleh Raja Salman dalam sebuah
acara di sebuah hotel berbintang di Riyadh. King Faisal International
Prize (KFIP) memberikan penghargaan terhadap karya-karya luar biasa dari
individu dan lembaga dalam lima kategori yakni Dakwah Islam, Studi
Islam, Bahasa dan Sastra Arab, Kedokteran dan Ilmu Pengetahuan.
Pada sebuah acara yang disiarkan oleh
Peace Tv, DR Zakir Naik menjawab pertanyaan yang selama ini masih
mengganjal dan membingungkan masyarakat muslim tentang hukumnya musik
dalam Islam berdasarkan Al Quran dan Hadist. Bahkan tidak sedikit yang
menggunakan musik sebagai sarana atau media dakwah.
Berikut percakapan dari siaran televisi Peace Tv:
Pembawa Acara:
“Terkait hukum musik, banyak muslim yang
membolehkan musik. Bisakah Anda membahas bagaimana Nabi Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan tentang musik?”
Dr. Zakir Naik:
Ada banyak pendapat yang mengupas hukum
tentang musik, apakah boleh atau tidak. Dalam Al-Qur’an tidak ada ayat
yang melarang musik secara tegas, tetapi ada isyarat.
Allah Subhanau Wa Ta’la berfirman dalam Surat Lukman [31] ayat 6:
“Dan di antara manusia (ada) orang yang
mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia)
dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu
olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan.”
Berdasarkan ayat ini, banyak ahli
tafsir, termasuk penafsiran sahabat Ibnu Mas’ud, mengatakan perkataan
yang tidak berguna (Lahwal hadits) ini maksudnya adalah nyanyian dan
alat musik.
Terkait larangan Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tentang musik, bisa kita dapatkan dalam beberapa
hadits. Jika telah jelas ada larangan dari Rasulullah, maka tidak ada
keraguan akan keharamannya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sungguh benar-benar akan ada di
kalangan umatku sekelompok orang yang menghalalkan zina, sutera, khamr
dan alat musik.” (Sahih Al Bukhari volume 7 Book of Drinks Hadith 5590)
Hadits ini menyebutkan bahwa kelak akan
ada yang menghalalkan beberapa hal. Dan kita telah tahu bahwa khamr
hukumnya haram, kita sudah tahu zina itu haram. Karena alat musik
disebutkan bersama-sama dengan hal-hal yang diharamkan tersebut, itu
artinya Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam mengharamkannya.
Tetapi ada sebagian orang yang tetap
menghalalkannya, kita tahu ada beberapa ulama kontemporer yang
membolehkan. Dari hadits ini secara jelas mengatakan bahwa alat musik
itu haram.
Tetapi ada hadits shahih lainnya yang membolehkan alat musik tertentu, yaitu duff (rebana).
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menghadiri acara pernikahan, beliau datang dan berkumpul bersama
para sahabatnya. Kemudian datang dua orang anak kecil perempuan yang
memainkan rebana. Mereka menyebutkan kebaikan para sahabat yang telah
wafat di medan jihad (dalam perang Badar), ketika salah satunya
menjanjung Nabi (mengatakan bahwa Rasulullah mengetahui tentang hari
esok) Rasulullah berkata: “Tinggalkanlah ucapan tersebut, ucapkan saja
yang tadi kau katakan.” (Sahih Al Bukhari volume 5 Book of Maghaazi
Hadith 4001)
Dalam hadits ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melarang mereka memainkan rebana.
Dalam hadits lain (Sahih Al Bukhari
volume 2 Book of ‘Eidain Hadits 987), yang diberitakan oleh ‘Aisyah
radhiallaahu anha, Aisyah berkata:
“Ada dua orang anak perempuan yang
bermain rebana sambil bernyanyi. Ketika Abu Bakar radhiallaahu anhu
melihatnya, beliau menyuruh mereka berhenti. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata kepada Abu Bakar: “Biarkanlah mereka
melakukannya, karena sesungguhnya ini adalah hari raya.”
Pada hadits yang lain (Sahih Al Tirmidhi Book of Manaaqib Hadith 3690):
Ada seseorang yang berkata kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Aku telah bernadzar kepada
Allah, jika anda (Rasulullah) kembali dalam keadaan selamat, aku
berjanji akan memainkan rebana.” Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam menjawab: “Jika engkau bernadzar maka lakukanlah, jika belum maka
jangan engkau lakukan.”
Dari semua hadits tersebut
mengindikasikan bahwa alat musik secara umum haram, kecuali rebana, maka
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkannya dalam situasi
tertentu.
Syaikh Utsaimin berkata: Menabuh duff
pada hari-hari resepsi pernikahan itu boleh atau sunnah, jika hal itu
dilakukan dalam rangka I’lanunnikah (menyiarkan pernikahan).
Menabuh duff yang dimaksud adalah alat
yang dikenal dengan nama rebana, yaitu yang tertutup satu bagian saja,
karena yang tertutup dua bagian (lubang)nya disebut thablu (gendang).
Yang ini tidak boleh, karena tergolong alat musik, sedangkan semua alat
musik hukumnya haram, kecuali ada dalil yang mengecualikannya, yaitu
seperti rebana untuk pesta pernikahan.
(Al-Fatawa ASy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram)
(nahimunkar.com)
sumber:https://www.nahimunkar.com/dr-zakir-naik-menjawab-pertanyaan-hukum-musik-dalam-islam/
0 Response to "DR Zakir Naik Menjawab Pertanyaan Hukum Musik Dalam Islam"
Posting Komentar